Pengantar
JAKARTA, KOMPAS — Melihat kondisi pasar saham saat ini, kita dihadapkan pada tantangan signifikan akibat tekanan geopolitik global dan dinamika ekonomi dalam negeri. Namun, optimisme mulai muncul ketika kita mengevaluasi langkah kebijakan ekonomi yang berpotensi memberikan rangsangan positif bagi pasar saham.
Tantangan yang Dihadapi Pasar Saham
Head of Indonesia Research & Strategy di JP Morgan Indonesia, Henry Wibowo, menyoroti adanya gejolak yang datang dari luar, seperti perang dagang dan pelemahan mata uang rupiah. Ini semua menjadi tantangan berat bagi pasar saham, terutama di semester pertama 2025. Sementara itu, valuasi emiten terdaftar di bursa memang mengalami penurunan, dengan price to earnings ratio (PER) berada di kisaran 12 kali, yang menjadi salah satu yang terendah di Asia Pasifik. Lebih jauh, pertumbuhan laba (EPS) juga mengalami kontraksi sebesar 5% tahun ini.
“Namun, kami melihat harapan yang lebih cerah di semester II-2025 dan terutama di tahun 2026,” ujar Henry pada Media Briefing di Jakarta (4/9/2025).
Katalis Positif untuk Pertumbuhan
Ada banyak harapan berkat ekspektasi yang kuat mengenai kebijakan pelonggaran moneter baik dalam negeri maupun global. Pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) di AS diprediksi mencapai 75 basis poin (bps) hingga akhir tahun ini. Hal tersebut diharapkan akan diikuti oleh langkah serupa dari Bank Indonesia (BI), di mana suku bunga sudah berada di level 5% setelah penurunan 100 bps tahun lalu.
“Ada potensi pemangkasan lebih lanjut hingga 4,25%,” tambah Henry.
Stabilitas Nilai Tukar dan Belanja Pemerintah
Meskipun nilai tukar rupiah saat ini lemah, tetapi terlihat cukup stabil di kisaran 16.000. Di sini, adanya dukungan dari pelemahan dolar AS menjadi faktor yang membantu. Ke depan, ekspektasi perubahan belanja pemerintah mulai menunjukkan tanda-tanda positif. Hal ini sangat penting karena realisasi belanja yang masih rendah di semester pertama baru mencapai 40% dari target tahunan harus dipercepat di semester kedua 2025.
Dengan adanya stimulus fiskal senilai USD 1,5 miliar (sekitar Rp 24 triliun), yang diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, diharapkan dapat mendorong kinerja perekonomian.
Fokus ke depannya
Di sisi lain, ada tantangan nyata yang harus dihadapi. Jika estimasi pertumbuhan ini tidak terpenuhi, pelaku pasar harus bersiap-siap. Salah satu faktor yang masih menjadi perhatian adalah valuasi saham yang masih rendah, yang bisa mengalihkan perhatian investor asing ke pasar lain, terutama ke China dan Hong Kong.
“Indeks saham domestik kami baru naik 3,2% di bulan Juli, meskipun memuncak pada Agustus. Artinya, performa pasar masih tertinggal,” jelas Henry.
Sektor-sektor yang diharapkan terpantau positif mencakup sektor konsumsi, properti, dan otomotif, seiring dengan penurunan suku bunga. Selain itu, sektor pertambangan dan produk logam, terutama yang berhubungan dengan emas, juga diprediksi akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan ketegangan geopolitik.
Kesimpulan
Walau tantangan dalam sektor perbankan semakin nyata, seiring dengan pertumbuhan kredit yang diprediksi hanya sekitar 8-9%, tetap ada optimisme. Investor sangat diminta untuk mempertimbangkan saham dengan likuiditas yang tinggi (blue chip) yang masih memiliki valuasi rendah. Ke depan, fokus pada sektor yang mendapatkan manfaat dari kebijakan pemerintah akan sangat penting bagi pemulihan pasar.