Foto: Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
IHSG Ambruk Lebih dari 2% di Awal Perdagangan
Saham-saham di Bursa Efek Indonesia dibuka dengan tekanan hebat pagi ini, Senin (23/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 1,07% hanya dalam menit pertama perdagangan, menyentuh level 6.833,47 dengan volume transaksi mencapai Rp 335 miliar dan nilai transaksi sebesar 512 juta saham.
Tak lama kemudian, koreksi semakin dalam bahkan ambruk lebih dari 2%, mencerminkan kecemasan pelaku pasar yang semakin menguat terhadap ketegangan geopolitik dan sentimen global yang sedang memanas.
Secara total, hanya 64 saham yang menguat, sementara sebanyak 279 saham turun, dan 225 saham tidak bergerak. Kapitalisasi pasar kini menyusut ke level Rp 11.996,25 triliun.
Apa Penyebabnya?
AS Turun Tangan dalam Konflik Israel-Iran
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan operasi militer yang menargetkan tiga situs nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan pada Sabtu malam (21/6). Operasi tersebut dianggap "sangat sukses" dengan menggunakan pesawat pembom B-2 untuk melancarkan serangan.
Langkah AS ini menandai eskalasi besar dalam konflik antara Israel dan Iran yang bisa memperluas kawasan ketegangan dan menarik kekuatan global lain seperti Rusia, China, dan negara Eropa.
Parlemen Iran Sepakat Blokade Selat Hormuz
Sebagai respons, parlemen Iran mengusulkan penutupan Selat Hormuz yang krusial bagi perdagangan minyak dunia. Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia dengan laut lepas dan mengangkut sekitar 20% minyak global serta 30%-35% LNG dunia.
Jika benar ditutup, imbasnya sangat besar terhadap pasokan energi dan inflasi global. Konsultan energi memproyeksi harga minyak bisa terdongkrak hingga US$ 130 hingga US$ 240 per barel, yang berpotensi mempercepat naiknya inflasi terutama di AS.
Sentimen Inflasi dan The Fed
Pekan ini pasar juga sedang menunggu sejumlah data ekonomi penting dari Amerika Serikat, terutama angka Core PCE pada Mei yang merupakan indikator inflasi andalan Federal Reserve, serta pertumbuhan GDP kuartal pertama tahun 2025.
Pidato dari Ketua The Fed, Jerome Powell, yang akan memberikan laporan kebijakan moneter juga menjadi sorotan. Jika data inflasi masih tinggi, mungkin The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, berpotensi melemahkan minat investor asing terhadap pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Kabar Baik dari BEI: Kode Domisili Kembali Dibuka
Di tengah situasi penuh ketidakpastian ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana membuka kembali kode domisili saham mulai Juli 2025 secara parsial saat akhir sesi I perdagangan. Ini akan mempermudah trader dan investor untuk memantau aliran dana asing dan lokal lebih cepat sepanjang hari, meningkatkan transparansi dan likuiditas pasar.
Selain itu, kode broker juga akan menyusul pembukaannya, serta kemungkinan kajian untuk menurunkan jumlah lot saham dari standar 100 lembar ke jumlah yang lebih kecil.
Ketegangan geopolitik dari Timur Tengah dan dinamika kebijakan moneter AS jelas menjadi sentimen yang mendominasi pergerakan pasar global dan lokal. Pelaku pasar harus tetap waspada dan menyiapkan strategi yang tepat menghadapi volatilitas yang mungkin berkepanjangan.
Apakah ini saatnya mencari aset safe haven seperti emas atau bersabar menunggu kepastian geopolitik dan data ekonomi? Sebagai investor retail, memahami konteks ini sangat penting agar tidak terbawa arus kepanikan.
(fsd/CNBC Indonesia)