Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi pertama perdagangan hari ini, Jumat (20/6), mengalami penurunan sebesar 0,72% atau tepatnya 50,39 poin ke posisi 6.918. Ini artinya tekanan jual masih cukup terasa, khususnya di saham-saham emiten tambang yang jadi primadona para investor selama periode tertentu.
Menurut data transaksi Bursa Efek Indonesia (BEI) per siang ini, tercatat nilai transaksi sebesar Rp 7,07 triliun dengan volume perdagangan mencapai 13,88 miliar saham dan frekuensi sebanyak 680.000 kali. Dari total saham yang diperdagangkan, 177 saham berhasil menguat, 395 saham melemah, dan 224 saham stagnan. Kapitalisasi pasar IHSG berada di angka Rp 12.139 triliun.
Semua sektor terkoreksi
Menariknya, dari 11 sektor saham di BEI, semuanya alami tekanan jual, alias turun. Sektor transportasi tercatat menjadi yang paling terpukul, merosot 3,10%. Salah satu saham transportasi yang jatuh tajam adalah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang anjlok 5,63% ke level Rp 67 per saham.
Sementara itu di pasar saham regional Asia, gambarannya sedikit berbeda. Bursa seperti Hang Seng dan Shanghai Composite malah menguat masing-masing 1,2% dan 0,15%. Sebaliknya, indeks Nikkei dan Straits Times justru melemah tipis sekitar 0,04% dan 0,01%.
Saham dengan performa terbaik dan terburuk sesi I
Di tengah koreksi IHSG, ada juga beberapa saham yang menonjol di papan atas (top gainers):
- PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) naik 4,17% ke Rp 625
- PT Barito Pacific Tbk (BRPT) naik 3,37% ke Rp 1.535
- PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik 2,25% ke Rp 364
Namun di sisi lain, saham emiten tambang justru alami tekanan kuat dan masuk jajaran top losers:
- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 4,20% ke Rp 3.190
- PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) turun 3,80% ke Rp 7.600
- PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) turun 3,74% ke Rp 2.060
Latar belakang pelemahan pasar
Menurut riset dari Pilarmas Investindo Sekuritas, sentimen negatif datang dari ketegangan geopolitik yang meningkat. Pasar global sangat mengamati rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk melakukan aksi militer terhadap Iran, yang diperkirakan akan mencapai keputusan dalam dua pekan ke depan. Ketidakpastian ini memicu aksi jual oleh investor sebagai respons terhadap potensi risiko geopolitik.
Dari sisi ekonomi makro Asia Timur, Bank Sentral Tiongkok memilih mempertahankan suku bunga pinjaman utama yakni satu tahun di 3,0% dan lima tahun di 3,5%. Ini dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang dihadapkan pada tekanan dari tarif impor baru AS sekaligus variasi data ekonomi yang dirilis.
Pemantauan juga tertuju pada hasil pertemuan Politbiro yang kemungkinan akan membahas stimulus tambahan untuk mendukung penguatan ekonomi Tiongkok ke depan. Harapan mendulang kebijakan baru khususnya di awal Juli semakin tinggi, meskipun pertemuan Forum Lujiazui sebelumnya belum menampakkan sinyal konkret.
Apa arti kondisi ini untuk pasar domestik?
Indeks saham domestik pada akhirnya menahan diri di zona merah pada sesi pertama ini, mencermati ketidakpastian global dan menunggu arahan kebijakan ekonomi dalam negeri. Menarik untuk diperhatikan, kapan momentum positif akan kembali menyelimuti pasar?
"Ketegangan global, terutama risiko potensi keterlibatan AS di Iran, menghadirkan alasan bagi investor untuk melepas kepemilikan saham. Ini merupakan reaksi pasar terhadap berita yang memengaruhi perekonomian global," jelas riset Pilarmas Investindo Sekuritas.
Jadi, investor cerdas harus tetap waspada dan memantau perkembangan global dan domestik agar bisa mengambil keputusan yang tepat saat peluang kembali muncul.