Menyelami Sejarah Saham BCA dan BLBI: Pelajaran dari Krisis Ekonomi
Sabtu, 23 Agustus 2025Berita Pasar Saham

Mari kita lihat kembali bagaimana sejarah dan krisis ekonomi membentuk saham BCA, serta dampak dari rumor terbaru terkait Danantara.

Menggali Akar Masalah dalam Saham BCA

Ketika kami mempertanyakan, "Benarkah pemerintah akan mengambil alih kembali Bank Central Asia?" pertanyaan ini segera menarik perhatian publik. Rumor tentang Danantara yang ingin mengakuisisi 51% saham BCA menciptakan gejolak di pasar.

CEO Danantara, Rosan Roeslani, cepat-cepat membantah isu ini: "Enggak ada," katanya. Namun, kata-kata tersebut tidak serta-merta menenangkan keresahan masyarakat. Mengapa? Karena ini lebih dari sekedar rumor; ini menyentuh luka lama dari krisis moneter yang belum sepenuhnya sembuh.

Sejarah yang Tidak Terlupakan

Lapisan sejarah BCA kaya akan pelajaran. Pada tahun 1997-1998, saat krisis moneter menerpa Indonesia, BCA menjadi pusat perhatian karena mengalami rush besar-besaran. Ketika nasabah berlarian menarik uang mereka, likuiditas bank hampir punah.

Intervensi Negara

Pemerintah turun tangan dengan mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai Rp31,99 triliun untuk menyelamatkan BCA. Sebagai imbal balik, aset utama milik Grup Salim disita, dan BCA beralih status menjadi bank milik negara.

Demi mempertahankan stabilitas, negara terpaksa menggelontorkan dana yang sangat besar—total mencapai Rp88 triliun menurut mantan Menko Perekonomian, Kwik Kian Gie. Melihat angka ini, kita bisa bertanya-tanya, apakah langkah tersebut benar-benar membantu?untuk pulih dari krisis? Ataukah hanya mengalihkan beban ke generasi selanjutnya?

Refleksi dari Kegelisahan

Saat ini, ketika membahas potensi akuisisi BCA, kita tak bisa terlepas dari pelajaran sejarah. Investor tidak hanya mempertanyakan harga dan saham, tetapi juga keadilan di balik langkah-langkah yang diambil oleh negara. Seberapa efektif kita telah pulih dari masa kelam itu? Terkadang saya berpikir, keputusan yang dibuat hari ini bisa jadi menciptakan tantangan baru di masa depan. Bagaimana menurut Anda? Apakah kita belajar dari kesalahan yang lalu?

Sumber: KOMPASIANA