Memasuki Triwulan III: Optimisme di Pasar Saham dan Surat Berharga Negara
JAKARTA — Pasar keuangan, termasuk saham dan surat utang negara, diperkirakan akan terus mengalami kinerja positif hingga akhir triwulan III-2025. Stabilitas ekonomi nasional akan menjadi sokongan penting yang diharapkan dapat menjaga daya beli, mendukung kinerja dunia usaha, serta meningkatkan kepercayaan investor.
Analis MNC Sekuritas, Hijjah Marhama, yang dihubungi pada Selasa (29/7/2025), menyatakan bahwa indikator kinerja pasar saham, seperti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), diprediksi terus bergerak positif menjelang akhir September. IHSG sejak awal Juli ini cenderung bergerak di kisaran 7.000 dan berhasil mencatat rekor tertinggi tahunan di level 7.600 pada pekan terakhir Juli.
``Peluang IHSG masih optimistis bullish(bergerak naik). Secara teknikal, IHSG telah mengonfirmasi bullish reversal (perubahan arah dari tren turun menjadi naik) dengan harga kemarin yang breakout psikologis 7.500. Selama dapat dipertahankan di atas 7.500, IHSG berpotensi menuju level 7.820-7.940 pada akhir triwulan III,” jelas Rahma.
Sektor Energi dan Dukungan Pemerintah
Rahma menambahkan bahwa sektor-sektor tertentu dapat mendukung IHSG, terutamanya dukungan pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Danantara pada sektor energi berkelanjutan. Ini berpotensi meningkatkan harga saham yang berkaitan dengan tambang dan energi, khususnya untuk perusahaan-perusahaan besar.
Saham energi, termasuk yang terkait dengan komoditas seperti minyak mentah dan batu bara, juga diharapkan dapat menjadi pendorong IHSG ke depan. Di sisi lain, saham emiten transportasi bisa terkena dampak dari lonjakan biaya operasional akibat fluktuasi harga BBM yang mempengaruhi perdagangan internasional.
Potensi bagi CPO dan Sektor Perbankan
Saham komoditas seperti minyak kelapa sawit atau CPO diramalkan juga menjanjikan. Pendapatan emiten terkait diperkirakan akan meningkat dengan lonjakan volume ekspor CPO yang mencapai 50 persen secara bulanan pada Mei 2025.
Disisi lain, penurunan suku bunga yang baru-baru ini ditentukan oleh Bank Indonesia, yaitu 5,25 persen, diprediksi dapat mendongkrak likuiditas dan daya beli, diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap pembiayaan di sektor-sektor produktif.
Namun, Rahma menggarisbawahi bahwa sektor perbankan saat ini masih dalam kondisi yang netral dan mengalami penurunan kinerja hingga triwulan II-2025. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang relatif rendah saat suku bunga masih tinggi. Namun, ada harapan untuk pemulihan (rebound) pada saham bank dengan valuasi yang semakin menarik.
Momentum Konsumsi dan Stabilitas Nilai Tukar
Dari perspektif makro, terdapat indikasi positif mengenai pertumbuhan konsumsi di bulan Juni yang menunjukkan adanya tren rebound dan optimisme terhadap penurunan suku bunga di paruh kedua tahun ini. Dukungan kebijakan moneter seperti pemangkasan suku bunga juga berpotensi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, yang berada di kisaran Rp 16.150-Rp 16.550 terhadap dolar AS.