Pengunjung saat beraktivitas di depan layar yang menampilkan ilustrasi IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Foto: Investortrust/Dicki Antariksa.
JAKARTA, investortrust.id – Pasar keuangan global kembali menghadapi badai geopolitik setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengonfirmasi serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama Iran yaitu Fordo, Natanz, dan Isfahan. Ketiganya adalah pusat pengayaan uranium dan simbol kekuatan nuklir Iran. Dampaknya, pasar modal domestik diprediksi mengalami tekanan signifikan pada pembukaan perdagangan pekan ini.
Analis pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menyatakan IHSG yang pekan lalu melemah 3,61% bisa kembali menantang level support kuat di kisaran 6.812 hingga 6.700.
"Sentimen negatif eksternal seperti ini sulit ditangkal oleh katalis domestik, terutama mengingat potensi capital outflow yang meningkat dan sentimen investor asing yang melemah," ujar Hendra saat berbincang dengan investortrust.id, Minggu (22/6/2025).
Namun, dari sisi lain, sektor energi dan tambang logam mulia justru bisa menjadi penopang kekuatan pasar. Saham dari perusahaan seperti MEDC, ELSA, PTRO, BUMI, BRMS, ENRG, dan MDKA diprediksi akan mendapat momentum positif seiring lonjakan harga minyak dan emas.
Tak hanya itu, saham di sektor logistik dan pelayaran seperti SMDR, serta emiten penghasil gas seperti PGAS, juga perlu mendapat perhatian lebih.
"Tekanan geopolitik ini juga menghadirkan tantangan kebijakan makro nasional, di mana kenaikan harga minyak diperkirakan akan meningkatkan beban subsidi energi dan inflasi impor, serta memperketat ruang gerak kebijakan moneter Bank Indonesia," jelas Hendra.
Ilustrasi Rupiah. Foto: Investortrust/Mohammad Defrizal.
Dilanjutkan Hendra, nilai tukar rupiah diperkirakan akan tertekan lanjutan akibat penguatan dolar AS dan potensi keluarnya dana asing dari pasar surat utang domestik.
Dari sisi fiskal, pemerintah dianjurkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari kenaikan harga komoditas, tapi juga harus waspada terhadap dampak negatif terhadap daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Bagi para investor, kunci utama adalah disiplin dalam manajemen risiko.
"Strategi yang bijak di tengah ketidakpastian ini meliputi rebalancing portofolio ke sektor defensif dan komoditas, menambah likuiditas, serta menghindari aset dengan risiko tinggi," tuturnya.
Hendra juga mengingatkan agar investor berhati-hati terhadap aksi spekulatif jangka pendek, terutama pada saham dengan volatilitas tinggi dan likuiditas rendah.
Dari sisi regulasi, Hendra berharap OJK dan BEI dapat bertindak proaktif menjaga stabilitas pasar dengan langkah konkret seperti membuka kembali fitur broker summary agar transparansi data perdagangan meningkat.
"Transparansi data sangat krusial agar pelaku pasar, baik ritel maupun institusi domestik, dapat memantau aliran transaksi dan likuiditas dengan lebih jelas selama masa volatilitas tinggi seperti sekarang ini," tambahnya.
Dalam kondisi tekanan yang semakin berat, otoritas juga disarankan mempertimbangkan penyesuaian mekanisme auto rejection dan langkah stabilisasi lain sesuai dinamika pasar.
Situasi militer terbuka antara AS dan Iran ini menandai babak baru ketegangan Timur Tengah yang mulai memanas sejak Oktober 2023 akibat konflik Israel-Iran. Dengan keterlibatan AS, risiko pecahnya perang terbuka berskala besar kini nyata dan menjadi ancaman serius bagi pasokan energi global.
Ketidakpastian geopolitik ini menggantikan optimisme penurunan suku bunga The Fed dengan kekhawatiran inflasi berbasis kenaikan harga komoditas. Investor global cenderung beralih ke aset defensif seperti US Treasury, emas, dan dolar AS, sambil mengurangi eksposur mereka di pasar ekuitas negara berkembang.
Jarak antara Fordow, Provinsi Qom, Iran dengan Pangkalan Udara US Air Force di Diego Garcia, British Indian Ocean Territory di Samudra Hindia tempat 6 pembom siluman B-2 Spirit dikerahkan untuk menyerang fasilitas nuklir Iran di Fordow. Sumber: Google Maps.
Kesimpulan: Tekanan pasar modal Indonesia yang bakal muncul dari serangan AS ke fasilitas nuklir Iran bukan hanya soal volatilitas jangka pendek. Ini juga mencerminkan kompleksitas pengaruh geopolitik terhadap pasar keuangan dan ekonomi nyata di dalam negeri. Di saat ketidakpastian meningkat, sektor energi, tambang emas, dan beberapa saham jasa penunjang logistik dan energi menjadi pilihan utama penopang pasar. Manajemen risiko dan kebijakan pasar yang transparan menjadi kunci menjaga stabilitas dan mengurangi risiko kerugian lebih dalam di tengah situasi global yang tidak menentu.